Hadits

[Hadits][bleft]

Akhlaq

[Akhlaq][bsummary]

Pendidikan

[Pendidikan][twocolumns]

Syariat Islam Tentang Kegiatan Politik



Pandangan

Para ahli Fiqh (Fuqaha) mengatakan : Tidak ada politik dalam apa yang bersesuaian dengan syariat. Ibnu Aqil Abi al Wafa mengatakan: Kalau yang dimaksudkan oleh para fuqaha itu “tidak bersesuaian” memang demikian pendapat saya. Tetapi kalau yang dimaksud adalah “tidak diperintahkan”, saya anggap itu keliru besar. Sebab kegiatan politik itu merupakan suatu ketentuan yang pasti, tidak boleh ditinggalkan oleh mereka yang menamakan dirinya pemimpin (imam). Politik adalah suatu kegiatan yang harus membawa manusia lebih dekat kepada kebaikan dan keadilan, menjauhi segala sesuatu yang menimbulkan kehancuran, meskipun dalam hal ini tidak ada keterangan yang resmi, baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah. Tetapi para sahabat pernah mengadakan kegiatan politis, dan dunia tidak memungkirinya. Walaupun hanya merupakan tindakan atas diri orang yang pernah membakar kitab suci al-Qur’an, namun disini terselip maksud-maksud perbaikan dan tujuan politis. Demikian pula sayyidina Umar pernah membakar orang-orang atheis, dan sayyidina Ali pernah membunuh seseorang yang menganut faham sekularisme, zindiqisme dan rationalisme. Ibnul Qayyim sendiri menganut jalan tengah dalam perbedaan yang menyangkut hukum Islam itu, katanya.

Ini merupakan tempat tergelincirnya kaki, menyesatkan pengertian di arena yang sempit dalam pertempuran yang sengit. Segolongan meninggalkan usaha, dan lemah, maka mereka menyia-nyiakan ketentuan hukum dan melanggar undang-undang. Mereka melepaskan orang-orang durhaka atas kerusakan dan menjadikan syariat tidak mampu melaksanakan kemaslahatan ummat. Mereka menghalang-halangi cara-cara yang benar atas diri mereka sendiri, dari cara-cara yang telah dikenal mana yang hak dan mana yang bathil. Mereka menyia-nyiakan pengetahuan mereka dan pengetahuan orang lain tentang cara-cara itu, bahwa itu menunjukkan suatu kebenaran, karena mereka menaruh keragu-raguan maupun kecurigaan, bahwa cara-cara itu tidak ada ketentuan dalam syariat. Yang mengharuskan mereka berpendapat demikian itu adalah suatu pembatasan di dalam pengetahuan syariat Islam dan pembuktian antara kenyataan dengan cara itu. Maka setelah yang berwenang melihat kenyataan itu dan manusia tidak meluruskan persoalan mereka kecuali dengan suatu embel-embel atas apa yang mereka fahami dari syariat, maka mereka menciptakan undang-undang dan ketentuan-ketentuan politik yang tidak mengatur kemaslahatan umum. Kemudian lahirlah dari pembatasan mereka di dalam syariat dan pengadaan mereka kepada apa yang mereka buat-buat dari penetapan politik itu, kejahatan yang panjang dan kerusakan yang dalam. Sulitlah persoalannya dan sukarlah jangkauannya.

Golongan lain menyia-nyiakan dirinya dengan mengharuskan apa yang hukum Allah dan Rasul-Nya. Masing-masing golongan itu -sebelum pembatasan mereka- sudah didatangi dengan kepentingan Allah mengutus Rasul-Nya ke seluruh alam. Bahwa hikmah yang utama adalah untuk menegakkan manusia di atas keseimbangan (keadilan dan kebenaran), jalan yang menegakkan langit dan bumi. Apabila keadilan itu tegak dan kebenaran itu nampak diatas langit dan bumi, berlakulah hukum Tuhan. Tegaklah dalil-dalil akal dan berjalanlah manusia dengan akalnya ke jalan yang dikehendaki atas perintah dan kerelaaan Tuhan. Tuhan tidak membatasi jalan-jalan keadilan, petunjuk-petunjuk-Nya, tanda-tanda-Nya dalam satu bentuk saja, dengan membuang cara-cara yang lain, dimana cara-cara itu lebih kuat daripada bentuk itu, dan lebih jelas serta lebih dapat diertanggungjawabkan. Bahkan segala cara, semua bentuk telah ditetapkan di dalam syariat-Nya, dengan maksud menegakkan keadilan, kebenaran, yakni : keharmonisan hidup manusia. Dimana ada cara yang mengeluarkan kebenaran, disitulah wajib kita tempuh. Dimana ada bentuk yang menghasilkan keadilan, disanalah kita wajib mencari. Dimana ada tanda-tanda yang menunjukkan suatu keharmonisan, disinilah kita wajib ikuti.

Cara, bentuk, tanda-tanda dan lain-lainnya hanya merupakan alat atau sebab, faktor atau unsur untuk menyampaikan tujuan dan bukan tujuan itu sendiri. Adapun tinjauan syariat Tuhan yang mengatur segala aktifitas manusia di dalam semua aspeknya adalah kebenaran, keadilan dan kebahagiaan yang seimbang. Dalam hal ini kita tidak perlu bersikap ekstrim, memastikan sesuatu atau mengolah sesuatu sebelum ada ketentuan hukum. Karena kedua sikap ini dasarnya adalah tidak mengetahui dengan pasti.

Akan tetapi kita harus berhati-hati dengan apa yang telah disyariatkan (ditentukan oleh hukum Tuhan) dari segala cara-cara yang mengantarkan kita sampai kepada tujuan pokok. Atau, adakah yang menyangka bahwa syariat itu membawa sesuatu yang belum sempurna?

Politik Yang Adil

Tidak ada yang mengatakan bahwa poltik yang berprinsip keadilan itu menyalahi hukum Islam, bahkan ia merupakan bagian dari isinya yang sempurna. Memberi nama politik sebenarnya hanya istilah, kalau tidak maka keadilannya saja sudah sesuai dengan syariat Islam.

Pembagian

Agama Islam menurut sebagian dari mereka, merupakan cara-cara hukum (syariat dan politik). Sebagian yang lain bilang bahwa agama itu adalah syariat dan hakekat. Yang lain pun ada yang mengatakan bahwa agama itu akal dan naql (otak dan wahyu). Pembagian ini semua adalah bathil, sebab yang benar, bahwa syariat, hakikat, politik maupun akal itu hanya ada dua bagian : Haq dan bathil.
Kebenaran adalah bagian dari syariat, lawannya adalah kebathilan. Ini merupakan prinsip yang harus tegak dibangun di atas satu huruf. Ia berlaku umum dalam apa yang menjadi kebutuhan hidup manusia yang tidak pernah diberikan selain dalam Islam. Kebutuhan kini hanya kepada siapa yang sanggup menyampaikannya. Iman tidak sempurna kecuali dengan menerapkan keuniversilan risalah itu di sana sini. Maka yang namanya mukallaf, tidak dapat keluar dari tanggung jawab dan tidak dapat memungkiri dirinya sendiri, bahwa kebenaran, keadilan dan kebahagiaan menjadi kebutuhan pokok dalam hidupnya.

Tauladan

Bahwa dalam diri Rasulullah, tiga prinsip (kebenaran, keadilan, dan keseimbangan) itu berkumpul dan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dipisah-pisahkan. Beliau menjadi tauladan yang baik dalam kepribadian, kepemimpinan dan terutama dalam soal-soal politik atau ketatanegaraan. Beliau sudah menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan cukup sempurna. Dengan kata lain, bahwa segala kegiatan yang melalui cara yang baik, adil dan benar – berdasarkan firman – telah diperinci oleh beliau dengan sedetail-detailnya dan patut kita teladani. Dari soal-soal aqidah hingga masalah-masalah yang akan terjadi pada hari kiamat nanti (persoalan hifdup, mati dan hidup kembali) telah dikenalkan beliau, ketentuannya, sasarannya, penyakit-penyakitnya, dan obat-obatnya – yang tetap berdiri diatas dasar prinsip politiknya – yaitu keadilan, kebenaran dan kemanusiaan. Apabila segala sesuatu yang kita ketahui langsung kita praktikkan, pasti dunia ini berjalan menurut ketentuannya, menuju kebahagiaan yang hakiki.

Keyakinan

Kesimpulan yang harus kita yakini, yaitu bahwa syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw itu tetap merupakan tata cara, pedoman, undang-undang dan peraturan yang sempurna.

Firman Allah : Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab, sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam al-Qur’an itu terdapat Rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman (Al-Ankabut : 51)

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (An-Nahl : 89)

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Yunus : 57)


Kesimpulan

Karena itu maka syariat Islam tidak butuh kepada politik lain yang datangnya dari Timur atau Barat. Tidak memerlukan analogi, filsafat, logika, interpretasi dari luar. Barangsiapa yang tidak mempunyai keyakinan demikian, berarti ia telah meyakini datangnya Rasul lain sesudah Rasulullah saw. Sebab yang pasti adanya orang yang menyangka ada kekurangan dalam syariat Islam itu adalah karena tidak, belum dan memang kurang memahami secara keseluruhan. Sayyidina Umar pernah melarang orang-orang mengkodifikasikan hadits-hadits Nabi, dikhawatirkan bercampur aduk dengan al-Qur’an. Bagaimana pendapat kita, kalau kita melihat orang yang mencampur hasil pikirannya sendiri, khayalan dan angan-angannya dengan al-Qur’an dan as-Sunnah? Dan bagaimana kita bisa percayai bahwa al-Qur’an maupun as-Sunnah itu dapat menjadi obat penawar, kalau isinya dikatakan kurang dari 10% tentang syariat dan undang-undang? Atau betapa dada dengan segala isinya akan dapat disembuhkan kalau ia belum pernah memanfaatkan satu di antara sekian banyak isinya yang harus diyakini?

Subhanallah, ini adalah suatu kebodohan yang sangat. Demi Allah, orang-orang yang berbuat dosa selain dosa syirik masih lebih baik daripada orang yang tidak sama sekali punya keyakinan tentang kesempurnaan ajaran (syariat) agama Islam.




Dari kitab : A’laamul Muwaqqi’en an Rabbil Alamien. Juz 4 : Hal 460.

Oleh : Ibnu Al Qoyyim Al Jauziyah

Alih Bahasa : Jamaluddin Kafi



Tidak ada komentar: