Kekuatan Kata
Menguasai
kata-kata merupakan jalan utama menguasai dunia. Bukan ungkapan kosong tapi
merupakan kenyataan sejarah bila kita mencoba menyimak kembali jalan kehidupan
sejarah. Dalam panggung sejarah kita menyaksikan bagaimana kuasanya Hitler membangun
semangat Bangsa Jerman. HOS Cokroaminoto dan Agus Salim membangkitkan semangat
Umat Islam Indonesia, Bung Karno menggelorakan semangat perjuangan bangsanya. Demikian
juga para Nabi dan Rasul pada umumnya orang-orang yang fasih sehat lidahnya.
Nabi Musa untuk menghadapi Fir'aun secara khusus berdo’a pada Allah supaya
dapat bebas dan tegas menggunakan kata-kata.
Dalam
ajaran Islam kata yang diungkapkan merupakan gambaran dari penghayatan terhadap
ajaran
مَنْ كانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيصْمُتْ (رواه مسلم)
“Barang siapa beriman
kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diam”
lantaran
itu tidak setiap yang dialami dan dipikirkan harus dikatakan, cukup seseorang
dinyatakan sebagai berdosa bila menyatakan setiap yang didengar telinganya
كَفَى
بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang itu
dianggap berdosa jika ia membicarakan setiap yang ia dengar”
Karena
itu, tidak otomatis yang bagus didengar atau dialami seseorang lantas akan
bagus pula bila dikatakan / diperdengarkan pada orang lain. Memang kadangkala
diam itu lebih baik, sayang banyak orang yang tidak mampu menahan diri.
الصَّمْتُ
مِنَ الْحِكْمَةِ، وَقَلِيلٌ فَاعِلُهُ
“Diam itu hikmah, dan
sedikit yang mengerjakannya”
Untuk
menghindari salah tanggap terhadap pengalaman dan pikiran yang diungkapkan
dalam kata, Islam menuntut kita untuk melihat sasaran kata yang akan kita tuju,
jangan berkata dengan kata-kata yang di luar jangkauan kemampuan sasaran kata
itu sendiri
Karena itu pula sampaikan ajaran dariku walau hanya satu ayat, jangan diartikan sekedar keharusan menyampaikan ajaran yang kita ketahui tapi harus selalu dikaitkan atau diteruskan dengan kalimat “sesuai dengan kapasitas kemampuan orang yang akan menerima kata itu.
Pelajaran dari Ayat Tentang Perang
Uhud
Pada
zaman Rasul pernah terjadi penyelewengan dari sekelompok perajurit yang apabila
dilihat dari strategi perang sungguh sangat merugikan perjuangan yakni pada
waktu perang Uhud. Tapi dalam upaya persatuan dan kesatuan serta penggalangan
kekuatan, Rasul tidak lantas menjatuhkan sangsi terhadap para penyeleweng itu.
Rasul dengan bimbingan Allah SWT. memakai pendekatan lain terhadap para
penyeleweng itu.
Diceritakan
bahwa sebanyak 50 perajurit ditugaskan oleh Rasul untuk menduduki bukit Uhud
yang sangat strategis ditinjau dari taktis peperangan. Mereka memback up para
perajurit melalui senjata-senjata yang langsung ditujukan pada musuh dan
sekaligus melindungi kawan-kawannya dari serangan musuh.
Lantaran
lontaran senjata merekalah, maka perajurit Islam dapat maju dan sekaligus
mendesak musuh. Tapi setelah musuh mundur terdesak, mereka melihat peluang lain
yang dianggap menguntungkan yakni memungut harta musuh yang berceceran
ditinggal perajurit Quraisy yang terdesak. Mereka (40 orang) serta merta
meninggalkan pos penjagaan mereka dan memburu barang-barang itu. Akibatnya
musuh mendapat peluang untuk merebut posisi yang sangat strategis itu. Sudah
tentu kesempatan itu tidak mereka sia-siakan. Dengan dikuasainya posisi
tersebut oleh musuh, pada babak selanjutnya jadi lain, sekarang umat Islam yang
terdesak, untuk kemudian perang hari itu diakhiri kekalahan pada pihak Islam.
Hanya
karena Rahmat Allah-lah, Rasul tidak bertindak keras dan kasar, tapi berlaku
lemah lembut, memaafkan, malah memintakan ampunan pada Allah buat mereka,
mengajak musyawarah, sebab seandainya kasar dan keras pasti mereka akan bubar
meninggalkan perjuangan dan tinggalah Rasul seorang diri (QS. 3: 159).
Dengan
kata lain, ayat yang berhubungan dengan peristiwa tersebut memberikan isyarat
pada kita untuk tetap waspada, hati-hati tapi juga tetap ramah dan lembut
berhadapan dengan kawan seperjuangan yang kebetulan berbuat salah atau bisa
jadi kawan seperjuangan yang berbeda pendapat. Sebab bukan hal yang mustahil,
kita (Umat Islam, Islam atau ajaran Islam) ditinggalkan oleh orang lain, bukan
lantaran mereka tidak mengakui kebenaran Islam, tapi lantaran Islam disampaikan
dengan kata-kata dan sikap yang kasar dan keras. Si Penyampai ajaran jadi fitnah
terhadap ajarannya sendiri.
Dengan
demikian setidak-tidaknya ada dua kemungkinan mengapa orang menjauh dari para
pejuang lslam sehingga si pejuang itu ditinggal sendirian. Pertama, Si Pejuang
itu memang istiqomah, memegang teguh ajaran akan tetapi orang lain benci
terhadap ajaran itu. Lantaran itu mereka menjauhi si pejuang, dalam keadaan
demikian si pejuang harus bangga dengan kesendiriannya sebab dalam kesendirian
pun dia tetap mampu memegang ajaran, tidak terpengaruh suasana sekitar. walau
dengan itu resikonya harus sampai makan dedaunan yang kering. Kedua, Si Pejuang
benar dan orang sesungguhnya senang terhadap kebenaran yang disampaikan Si
Pejuang, walau demikian mereka tetap menjauh atau tidak mau bersama-sama si
pejuang lantaran watak dan sikap si Pejuang tadi yang kasar dan keras serta
kurang sopan. Dalam hal ini maka si pejuang harus banyak introspeksi supaya
dapat memperbaiki teknis dan cara pergaulan sesuai dengan situasi dan kondisi
tanpa meninggalkan identitas dan ajaran Islam.
Walaupun
demikian, jangan diterjemahkan bahwa kita harus demikian hati-hati dan sopan
dalam mengeluarkan kata-kata yang disampaikan itu, nilai kebenarannya jadi
kabur tidak jelas dan samar-samar. Kata yang tidak jelas / kabur akan memberi
peluang tafsir bermacam-macam. Hal demikian akan cukup mengkondisi suasana yang
sangat kondusif untuk suburnya perpecahan, bentrokan dan
pertentangan-pertentangan. Masyarakat yang dikonsumsi dengan kata-kata yang
tidak jelas akan ditumbuhi pengertian yang berbeda-beda dan bahkan bertabrakan.
Sisi
lain yang harus disadari bagi penyampai kata kebenaran adalah betapapun halus
dan ramahnya penyampaian kata kebenaran, akan tetapi tetap saja akan dihadapkan
kepada berbagai penentangan, sebab kata kebenaran itu berlainan sifat dan wataknya
dengan keinginan hawa nafsu. Dan adalah tidak sedikit orang yang menuruti hawa
nafsu.
Tidak ada komentar: