HADIAH UNTUK KEBANGKITAN ISLAM
Oleh : Syarqawi Dhofir
ISLAM menggeliat
muncul dari lumpur-lumpur kehidupan dengan susah payah. Orang jahiliyah
mcnganggapnya sebagai yang menggelikan alias lucu dan unik. Akhirnya ia
menemukan dirinya. Ia berdiri gagah di permukaan bumi mencatat rekor terbaik
dalam sejarah kemanusiaan yang sudah lama tertindas akibat sistem. Baik itu
sistem politik, ekonomi atau pun sosial. Pada puncaknya Umar, khalifah kedua
yang terkenal adil menangis tatkala mendengar bahwa Islam telah sempurna,
karena sesudah kesempurnaan adalah kekurangan dan kemerosotan. Tangis Umar
terbukti setelah abad kedua belas. Sesaat Islam kehilangan dan kecurian
dirinya.
Pada abad 19,
Islam mulai menggeliat kembali, mencari kediriannya yang telah hilang. Trompet
kebangkitan Islam mendengung di mana-mana. Terutama di Asia dan Afrika.
Semuanya menyuarakan takbir. Tapi sayang kebangkitan itu belum mencapai seperti
yang dicapai sejarah sebelumnya. Kemerdekaan dari belenggu imperialisme memang
tercapai tapi ia kembali tertampikkan untuk dapat mewarnai negara-negara yang
merdeka dengan gema takbir itu. Tak suka Islam menjadi azasnya. Kenyataan ini
memberikan memori yang pahit dan manis. Manis, karena dengan Islam sebagai
landasan perjuangan bangsa Asia Afrika memperoleh kemenangan dan kemerdekaan.
Artinya Islam sebagai alat juang ternyata ampuh, dan sempat membangunkan
orang-orang Barat dari anggapan mereka bahwa Islam sudah tidak punya apa-apa
dan tidak mungkin bangkit. Nyatanya dari anggapan itu ternyata Islam dapat
menjadi kekuatan yang sanggup mengalahkan mereka. Bagaimana seandainya Islam
memiliki kekuatan pendukung seperti yang mereka miliki.
Pahit, karena
justru Islam hanya sempat menjadi alat untuk memerdekakan negara dari belenggu
penjajahan. Tanpa mengurangi kekuatan dan pengabdian serta jasa ABRI, penulis
berkata, bahwa di negeri kita komunisme dilenyapkan dengan gema takbir. Ini
kenyataan kedua kalinya buat negara kita, yang pertama terjadi pada sebelum
merdeka. Kenyataan ini tak mampu untuk menghilangkan bahwa Islam sanggup
menyinari dunia dengan kemajuan yang manusiawi, bahkan malah ditampiknya.
Setelah abad
sembilan belas kemajuan ilmu pengetahuan dengan anak keturunannya, teknologi
sempat menggoncangkan Gereja. Agama lainnya kena lampiasannya. Kemajuan itu
dibarengi pula oleh kemajuan konsep tata komunikasi sosial, ekonomi dan
politik. Agama, terutama Islam mendapat serangan gencar. Islam diserang lewat
konsep dan ideologi, yang didukung oleh keampuhan kekuatan teknologi. Hampir
semua serangan datang dari non muslim.
Melihat alur
sejarah yang singkat di atas dapatlah disimpulkan bahwa Islam dalam sejarahnya
mengalami tantangan yang semakin berat. Pertama islam berhadapan dengan
kebodohan, kesadisan, kekejaman, dan aneka lambang kejahatan yang merendahkan
martabat kemanusiaan. Ini terjadi di zaman Nabi hidup. Pada tahap kedua, Islam
berhadapan dengan kekuatan imperailisme Eropa. Ini terjadi pada sekitar abad
19. Pada tahapan ketiga. Islam tidak lagi berhadapan dengan kebejatan moral
seperti pada zaman jahiliyah, tidak juga berhadapan dengan kekuatan senjata
perang seperti pada abad 19, tetapi berhadapan dengan konsep dan ideologi.
Pada tahap
ketiga itu terjadilah pertarungan konsep dan ideologi. Masing-masing pihak
mengaku miliknya yang paling benar. Dalam pertarungan itu terjadilah proses
idealisasi yang kadang-kadang cenderung apoligis. Anehnya dalam pertarungan ini
terjadi ketimpangan. Atau memang demikian yang seharusnya terjadi dalam logika
pertarungan. Proses idealisasi Eropa ditunjang dengan kenyataan yang serba maju
di bidang ilmu, khususnya teknologi. Kemudian idealisasi Islam ditopang oleh
sejarah lampaunya yang gemilang. Tetapi orang-orang Barat tidak mau menoleh
kepada sejarah itu. Seiringan dengan sikapnya yang lebih cenderung pragmatis
praktis, mereka hanya mau melihat kenyataan hari ini. Inilah yang penulis
maksudkan dengan ketimpangan itu.
Bagaimana dengan
sekarang? Tantangan apa pula yang dihadapi umat Islam menyambut sejarah
kebangkitannya di abad lima belas? Masih tetap, sebagai lanjutan yang lebih
strategis, yaitu tantangan ideologi dan adu pikiran. Hanya tantangan itu tidak
hanya datang dari non-muslim tapi justru dari orang-orang muslim juga.
Sebagai
illustrasi, dapatlah penulis mengambil contoh : Timbulnya masalah tentang ada
dan tidaknya konsep negara Islam dalam ajaran Islam. Persoalan tentang ada dan
tidaknya konsepsi ilmu pengetahuan dalam Islam. Dan banyak lagi
persoalan-pcrsoalan lainnya.
Latar belakang
dari munculnya persoalan tersebut dimungkinkan berawal dari kelemahan umat
Islam di bidang kemajuan dunia praktis, keraguan dari pemeluknya terhadap
ajaran Islam. Idealisasi yang kadang-kadang menjurus kepada apologis dalam
menafsirkan Islam sehingga sebagai agama fitrah menjadi tidak fitrah lagi, atau
mungkin dari efek sampingan proses idealisasi Barat yang merasuk lebih santer.
Persoalan dapat
dipahami dalam sejumlah alternatif. Pertama, dapat kita pahami sebagai
tantangan yang mesti dijawab. Kedua, dapat dipahami sebagai langkah kemajuan
dari suatu pergolakan pemikiran umat Islam. Ketiga, sebagai gejala pengilmiahan
Islam yang semakin membengkak antara kenyataan riil dan dengan kenyataan
ideologis.
Jika sebagai
tantangan, kita tidak mesti menganggap tantangan itu dengan apriori sebagai
suatu kejahatan. Tetapi hendaknya tantangan itu dijadikan pemacu untuk maju.
Menghapuskan tantangan bukanlah tindakan bijaksana. Menjawab tantangan dengan
mujadalah hasanah atau dialog secara sebaik-baiknya adalah jalan qurani yang
mesti kita perbuat. Kelemahan umat Islam menjawab tantangan justru seringkali
terletak pada kesalahan cara. Tidak pada tujuan. Cara itu lebih cenderung
bersifat westernis, yang baik buruknya cara menjawab seringkali bergantung
semata pada sah atau tidak menurut undang-undang logika dan hukum-hukum temporer
(hukum positif), bukan menurut hukum dan ajaran Islam. Sehingga tidak memantulkan
keislaman sebagai ajaran yang benar. Jadi yang diperlukan bukan semata-mata
materi dari argumentasi, tapi yang lebih penting adalah terletak pada moral
menjawab. Sikap adalah bahasa yang pallng ampuh dibanding lompatan bahasa
lisan. Krisis kita sebenarnya terletak pada krisis bahasa sikap daripada bahasa
lisan.
Selanjutnya :
https://www.m-almuslimun.com/2020/08/hadiah-untuk-kebangkitan-islam-2.html
Tidak ada komentar: