Hadits

[Hadits][bleft]

Akhlaq

[Akhlaq][bsummary]

Pendidikan

[Pendidikan][twocolumns]

Sistim Penjara & Hukum Islam (2)



Oleh : Jamaluddin Kafie

Peraturan di Dalam Penjara

Di Amerika Serikat ada sebuah penjara yang mempunya peraturan unik. Para napi tidak diperbolehkan sama sekali untuk bergaul atau bercakap-cakap dengan lainnya, hingga pernah diantara mereka ada yang jadi gila karenanya. Kemudian diaturlah undang-undang yang tidak atau sedikit mengurangi resiko spirituil maupun materil. Disana ada sebuah sistem yang disebut seistem Irlandia, dimana napi diperbolehkan berkumpul dan bergaul satu sama lainnya di siang hari saja, tetapi mereka harus tutup mulut.

Dewasa ini, hampir setiap penjara di negara-negara di dunia berbentuk sebagai lembaga pemasyarakatan, setelah – secara lambat laun disempurnakan – kecuali dalam bentuk-bentuk yang memungkinkan datangnya bahaya. Maka dipisahkanlah antara laki-laki dengan perempuan, anak-anak dengan pemuda, yang lama dengan yang baru, tahanan kriminal dengan tahanan politik.

Kita seharusnya merasa bangga dan berbesar hati, melihat keadaan penjara dewasa ini, dimana kebersihan, kesehatan, rekreasi, bacaan, senibudaya, olahraga dan ibadah keagamaan dapat dilaksanakan didalamnya.

Gerakan Perbaikan

John Howard (Inggris, 1577) adalah orang pertama yang memikirkan bagaimana memperbaiki sistem penjara supaya benar-benar menjadi taman pendidikan. Kemudian pada tahun 1935 di Amerika terbentuklah Badan Khusus dari Departemen Ekonomi dan Sosial, dengan memberi kesempatan kepada para napi untuk melaksanakan kegiatan dan melakukan aktifitas di dalam maupun di luar penjara, karena ia merupakan sistem penjara terbuka. Napi boleh keluar masuk asal mereka tidak melarikan diri. Pada tahun 1952 Mesir pun mencoba untuk mempratekkan sistem penjara terbuka ini.

Di Negeri Arab

Sudah sejak lama di negeri Arab memasyarakatkan napi, dengan memperkejakan mereka di luar sekedar dapat mencari keuntungan guna meringankan beban hidup mereka sendiri. Dalam hal kesehatan, pemerintah telah menyediakan dokter keliling atau poliklinik jalan ke setiap penjara dengan membawa peralatan lengkap. Dan setiap hari raya datang, mereka mendapatkan jaminan semacam hadiah lebaran. Bahkan setiap pergantian musim mereka menerima satu stel pakaian, sarung dan celana. Dan yang sangat menonjol, perhatian pemerintah negara arab adalah perhatiannya terhadap pelaksanaan ibadah dan peningkatan nilai-nilai rohaniyah sebagai pernyataan taubat mereka agar mereka nantinya dapat kembali ke jalan yang benar, menghinari segala perbuatan terkutuk dan dosa.

Walau bagaimanapun bentuknya, penjara masih merupakan tempat yang kurang menyenangkan juga. Bagaimanapun bagusnya peraturan kesejahteraan di penjara, tidak seorangpun yang berpikiran sehat yang mau menyamakan penjara dengan pondok pesantren.

Sistem Penjara Kurang Banyak Berfaedah

Kalau tujuannya untuk memperbaiki orang-orang yang berdosa atau mengurangi kejahatan, maka sistem penjara kurang banyak mendatangkan faedah. Dimkian menurut Hocker. Apalagi sistem yang berlaku sekarang. Ternyata orang-orang yang digolongkan resedivist dimana-mana menunjukkan angka naik. Umpamanya di Irlandia tahun 1922-1933 dari 59% menjadi 63%. Di Amerika Serikat dari 46% ke 54%, di Swedia dari 28% ke 30%.

John Mannering menasehatkan bahwa pada tahun 1957 pemerintah federal, recedivist menunjukkan angka naik yang tinggi. Dari 50% menjadi 70%. Di Mesir tahun 1961 dari 50% sampai 71% dan pada tahun 1962 sampai 72%.

Ini sekedar gambaran yang dapat menggugah kita serta menarik bahwa hikmah ajaran Islam pada prinsipnya tidak menghendaki tertib hukum yang mencabut arti kebebasan dan bentuk hukuman yang mengekang ketentraman jiwa itu. Lebih-lebih yang ditunggangi motif-motif politik tertentu, atau di belakang hukum itu, berdiri tangan-tangan besi dari diktator yang berkuasa.

Problem

Percuma kita, bahkan sia-sia bila kita selalu bicara harus menjunjung tinggi agam dan mengagungkan Tuhan YME tetapi kita tidak memperdulikan hukum-Nya dan syariat agama. Hukum agama tidak akan bertahan dan tidak akan terlaksana seta tidak akan tercapai cita-citanya bila kita sendiri tidak berusaha untuk mematuhi ajaran-ajarannya, norma-norma moral agama itu sendiri. Tetapi, yang prinsip dan patut sekali menjadi renungan dalam hal ini adalah :

·         Mestikah suatu negara memiliki atribut seperti penjara itu?

·         Apakah absolut tidak mungkin dapat meniadakannya?

·        Hukuman apakah yang dikenal dalam al-Qur’an sebagai sanksi terhadap pelanggar-pelanggar  hukumnya?

·         Dapatkan sistem penjara dibenarkan dalam Islam?

Pendapat dan Pandangan

1.      Pertama, orang tentu berpendapat :
Mana mungkin penjara akan dihapuskan selama kejahatan masih ada di muka bumi ini dan syaitan-syaitan masih bergentayangan di udara. Justru penjara sangat dibutuhkan negara untuk menghukum dan memberi ganjaran pelanggar-pelanggar hukumnya. Diantara pelanggar-pelanggar itu terdapat orang yang karena kejahatannya, harus menerima hukuman penjara. Adalah suatu utopia memikirkan dunia tanpa kejahatan dan dosa, walaupun Yesus Kristus sudah naik ke tiang salib dan Muhammad telah diutus ke dunia untuk menyempurnakan risalah-Nya, toh tanda-tanda nyata bahwa kejahatan dan dosa itu tampak dan semakin bertambah juga.

2.   Kedua, orang tentu berpendirian lain lagi. Negara tanpa penjara, bukan suatu khayalan belaka, bahkan merupakan suatu ide yang sangat mulia, tinggi falsafahnya dan sangat besar keuntungannya bagi bangsa dan negara. Terutama bagi suatu negara yang sedang berkembang dan bangsa yang sedang giat membangun, penjara harus dihapuskan sebab bisa menghemat anggaran belanja serta memanfaatkannya untuk bidang-bidang yang lebih produktif. Disamping itu, suatu negara yang memiliki falsafah hidup UUD 45 dan Pancasila, umpamanya – berapa personil yang dapat disederhanakan dan kemudian disalurkan ke dalam bidang yang lebih efektif dan positif, sehingga Ketuhanan YME dapat dilaksanakan dan diamalkan untuk membendung timbulnya dosa, menjinakkan para koruptor, penindasan dan perlakuan sewenang-wenang, menjadi individu-individu yang berkepribadian.

Dua pendapat dan pandangan yang sama kuat argumentasinya, serta cukup beralasan juga, meminta jawaban yang logis – teori maupun praktek – pula. Memang suatu hukum dan bentuk undang-undang dalam suatu negara tidak terikat kepada logika dan kuatnya pandangan orang-orang populer, tetapi ia ditimbulkan oleh pilihan dalam masyarakat negara itu sendiri, tentang cara dan sistem yang paling baik dalam menghadapi kejahatan dan sebanyak mungkin dapat membasminya. Atau dengan kalimat lain, menurut pilihannya sendiri, yang pilihan itu merupakan hasil pandangan hidupnya, adatnya, falsafahnya, kepercayaan dan agamanya. Yang terakhir ini perlu kami tonjolkan karena bersifat mutlak dan universil berlaku dan cocok untuk segala situasi dan kondisi.

Tidak ada komentar: