Hadits

[Hadits][bleft]

Akhlaq

[Akhlaq][bsummary]

Pendidikan

[Pendidikan][twocolumns]

Peranan Orang Tua Sebagai Pelindung dan Pembimbing




Oleh : Sadely Ilyas Rahman 

Pengantar


Pada dasarnya banyak masalah-masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan sejak dulu sampai sekarang. Terutama sekali masalah hubungan (interaksi) antara orang tua dan anaknya atau antara anak dan orang tuanya. Suatu contoh masalah yang dihadapi oleh remaja kita dalam mempersiapkan diri mereka dalam mencapai cita-citanya adalah barangkali berupa interaksi tadi. Yaitu masalah yang dihadapi yang tidak terlepas dari masalah “pengertian” orang tua. Namun pada kenyataannya orang tua tidak terlalu banyak mengetahui akan hal-hal tersebut. 

Sebagai orang tua, terkadang merasa bahwa putra-putrinya telah “mampu” untuk menghadapi masalah mereka, bahwa orang tua telah mempercayakan anak-anaknya kepada “pak guru” di sekolah dan sering pula merasa bahwa di rumah, tinggal memanjakan anak-anak tersebut sesuai dengan apa yang mereka minta/ kehendaki, toh persoalan “pengertian” telah “dinikmati” pula oleh anak di sekolah. Begitulah perkiraan kebanyakan orang tua, yang merasa bahwa hal tersebut sudah cukup mendidik. 

Mungkin hal demikian ini merupakan pelampiasan kasih sayang yang mendalam, dan mungkin juga merupakan pemanjaan tanpa menelaaah makna kasih sayang itu sendiri. Pemanjaan yang tanpa arah, jelas akan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan anak itu sendiri, dan terkadang membawa pengaruh negatif daripada pengaruh positifnya. 

Pengertian bukan sekedar pemanjaan


Pengertian memang bukan sekedar pemanjaan dan bukan pula suatu tindakan yang membuat anak menjadi cengeng. Pengertian bukanlah pula merupakan “perhatian yang kelewat” yang tentunya akan menyita waktu dan tenaga untuk sekedar mengiyakan keinginan anak yang terkadang tidak prinsipil itu. Tetapi justru pengertian adalah merupakan tindakan yang bijaksana menuju jalan keluar bagi remaja bilamana remaja mengalami kesulitan/ konflik batin dalam diri mereka. 

Pengertian adalah tindakan orang tua yang mengerti secara sadar dan wajar akan persoalan-persoalan anak yang kemudian dirasakan mereka sebagai realisasi kasih dan sayang. 

Sebaliknya pula, pengertian orang tua, bukanlah suatu tindakan yang mempercayakan secara keseluruhan kepada anak tersebut akan masalah-masalah yang dihadapinya. Ironisnya orang tua selalu tidak mau tahu tentang hal-hal yang bergejolak dalam diri remaja. Terkait hal ini orang tua kiranya harus maklum, bahwa anak-anak yang masih harus berjuang untuk memperkembangkan diri perlu pengarahan dan pembinaan yang baik, sekurang-kurangnya pengertian yang wajar tadi. Tak kalah pentingnya ialah pembinaan mental yang konstruktif, yang kesemuanya itu tidak dapat begitu saja dipercayakan kepada orang lain, apalagi hanya terhadap guru di bangku sekolah yang memakan waktu relatif singkat itu, tanggung jawab diserahkan (overacting) kepada anak secara bulat, terserah mau hidup atau mati, pintar atau bodoh, masa bodoh! Hal demikian inilah biasanya kurang disadari oleh mayoritas orang tua terhadap putra-putrinya. 

Memberi peranan dalam keluarga

Memberi peranan terhadap anak hubungannya dengan keluarga, tentu saja mempunyai pengaruh besar terhadap anak bersangkutan. Bahkan mungkin terhadap orang tua sendiri, sepanjang peranan ini tidak menekan perasaan anak tersebut. Terkecuali rasa tanggung jawab yang dibebankan kepada anak akan memberi image baru terhadap anak tersebut. Perlunya fungsi diri, menemukan aku nya untuk menjadi manusia dewasa yang berfungsi. Tentu saja peranan tersebut akan sia-sia bilamana orang tua secara bulat mempercayakan seluruhnya peranan tersebut kepada anak, tanpa bimbingan dan binaan yang wajar. Di sinilah perlunya kontrol orang tua, yang juga berdiri di belakang sebagai konsultan, memberi service dan advice dalam mempertanggungjawabkan atas peranan yang dilakonkan tadi. 

Memang, bagi si anak sendiri tidak akan merasa adanya kekurangan yang nampak pada dirinya. Kecuali bilamana mereka mengalami suatu kemacetan akibat kesulitan dalam penyelesaian tugas-tugasnya, tugas sekolah misalnya. Semestinya tugas-tugas rutin seperti belajar, tentu tidak akan membuat si anak banyak mengalami kesulitan. Tetapi peranan baru yang diberikan atau dipercayakan kepadanya, tentu akan membuat si anak terkadang merasa asing. Dan hal-hal lain, seperti membina pergaulan, berprestasi, memilih lawan jenis dll. 

Untuk itulah peranan orang tua dalam tugasnya sangatlah menentukan anaknya dalam menjalankan kesadarannya menjadi manusia dewasa. Orang tua hendaknya mafhum bahwa mendidik kematangan/ kedewasaan jasmaniah dan rohaniah anak menuju alam manusiawi. 

Dari uraian diatas, jelas bahwa proses secara manusiawi tidak akan berjalan dengan sewajarnya tanpa hubungan yang terbuka antara anak dan orang tua. Hubungan yang tertutup dengan alasan pekerjaan, bisnis dll. akan membuat anak tersebut kurang terkontrol jiwanya, terutama sekali terhadap keluarganya. Dan perihal “pengertian” akan lebih memegang peranan penting daripada ayah atau ibunya selalu “menyusukan” anaknya dengan kemanjaan yang terkadang tidak rasional. 

Dibutuhkan perlindungan

Pengertian orang tua, tentu tersirat pula dalam perlindungan. Bermacam perlindungan yang dibutuhkan oleh anak. Di samping perlindungan itu berupa pola pengawasan yang bersifat tut wuri handayani yakni mengadakan bimbingan secara sadar terhadap anak sesuai dengan karakter dan kemampuan IQ-nya. Gamblangnya, bahwa perlindungan orang tua terhadap anaknya adalah perlindungan dari segala macam bahaya/ bencana yang menimpanya, baik bahaya yang datang dari luar, seperti : pergaulan bebas, dekadensi moral, bahaya keborosan, narkotika/ morfin, breakdown mental, maupun bahaya dari dalam: penyakit, broken home, broken heart, dan lain sebagainya. 

Kita sudah terlalu sering mendengar berita menyedihkan tentang sikap anak remaja yang terlalu nekat, lari kemana saja, yang terkadang membuat berita yang mengejutkan. Bukan hal yang mustahil kalau peristiwa demikian merupakan salah satu akibat dari perasaan anak yang kurang mendapat pengertian, perhatian dan perlindungan secara wajar dari orang tuanya, manakala anak merasa ada perlindungan yang lain, apa salahnya mereka mencari kebebasan yang lain sekedar untuk mengelakkan perasaan kesannya. Begitulah pemikiran anak remaja. 

Seperti halnya dalam hukum konvergensi, bahwa anak-anak yang berkembang dan tumbuh mempunyai dua faktor pengaruh. Pertama: pengaruh dari dalam, pengaruh yang tidak disengaja atau kemampuan dasar yang berupa bawaan/bakat, sifat keturunan fisik/psikis. Kedua: Pengaruh lingkungan atau faktor yang disengaja meliputi: pendidikan, lingkungan dimana anak itu hidup, pengalaman atau pergaulan. 

Karena itu menurut psikolog jerman Prof. J. Waterink mengatakan: “Suatu tingkat kehidupan bukanlah suatu masa yang dapat dibatasi dengan tegas dan teliti, bagai tumbuh-tumbuhan pada satu waktu dikatakan orang sedang bertunas, sedang yang lain dapat dikatakan sedang berkembang. Tetapi batas-batasnya tak dapat dibedakan dengan pasti, kapan bertunas dan kapam berkembang”. Karena itu, menurut Waterink, dalam tugas mendidik, kita tidak boleh melupakan jalannya pertumbuhan anak, keadaan jiwa serta wataknya, karena mendidik adalah suatu tugas maha pelik. Menyangkut objek yang hidup yang hasilnya tidak segera kita ketahui. Maka dari itu menurut Prof. Waterink mendidik tidak boleh bersikap trial dan error atau eksperimen saja. Dalam mendidik, sekali salah jalan, akibatnya akan diderita oleh anak selama-lamanya. Mempersiapkan mental anak dengan kesadaran dan pengertian yang wajar akan eksistensinya (pertumbuhan dan perkembangan) adalah merupakan bagian yang sangat menentukan. Karena itu orang tua dalam tugas mendidik hendaknya berprinsip bahwa konflik kejiwaan yang dialami remaja bukanlah suatu gejala deviatif (penyimpangan) melainkan suatu gejala perkembangan biasa dan umum yang perlu dibimbing ke arah yang lebih positif konstruktif melalui kegiatan-kegiatan nilai rohaniah yang tidak menghanyutkan. Itupun saya pikir belum sewajarnya kalau tanpa disertai pengertian yang lebih mendalam. 

Di dalam Alquran sendiri, Allah SWT. menegaskan bahwa anak adalah suatu amanat yang harus dibina dengan baik. Rasulullah SAW. pernah bersabda yang berbunyi :

  كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


“Setiap dari kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawab atas (apa) yang dipimpinnya”. 

Demikianlah, semoga kita sebagai orang tua selalu ingat! Amin.

Tidak ada komentar: